Renungan Mingguan 6 Oktober 2019

Sabda Tuhan Hari Ini 6 Oktober 2019, Lukas 17:5-10

Doa: Tuhan Yesus, bukalah pintu hatiku. Bersabdalah, ya Tuhan, hamba-Mu mendengarkan.

 

Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: “Tambahkanlah iman kami!” Jawab Tuhan: “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.”

“Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum.

Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”

 

HAMBA

Bacaan hari ini bagi saya rasanya tidak cocok disebut “kabar gembira” (euaggelion, Yun.; evangelium, Lat.) karena memang tidak membuat saya bergembira. Bagaimana mau bergembira kalau kita sebagai pengikut-Nya justru diminta untuk mengakui, “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan”.

Seorang tuan begitu berkuasa atas hamba atau budaknya. Hamba itu nyaris tak punya hak, dan dapat diperlakukan sehendak hati tuannya. Kata hamba atau budak berasal dari kata servant atau slave (Ingg.); ancilla (Lat.); doulos (Yun.); atau ebed (Ibr.) Tugasnya adalah mengerjakan pekerjaan menurut kehendak tuannya, tanpa hak pribadi. Kita susah mencari padanan pekerja semacam itu pada zaman sekarang ini. Kalau pun ada, tentu itu termasuk penindasan dan pelanggaran hukum.

Tetapi, ketika saya menelusur Perjanjian Lama, ternyata dengan mudah saya temukan bahwa kata hamba ini punya arti paradoks. Pada satu sisi, artinya seperti uraian di atas. Pada sisi lain, ternyata kata hamba punya makna yang sangat luhur dan tinggi derajatnya ketika  diikuti kata Tuhan.

Misalnya, Musa disebut “Hamba Tuhan”. Menurut Kitab Bilangan 12:1-16, hamba malah lebih besar dari nabi. Kepada nabi, Tuhan menyampaikan pesan tidak secara langsung, misalnya melalui mimpi. Tetapi, dengan seorang hamba, seperti Hamba-Ku Musa, Tuhan berbicara secara langsung berhadapan muka.

Mungkin, karena seorang hamba tak lagi punya hak atas dirinya, ia jadi menyangkal diri dan secara total menyerahkan dirinya kepada tuannya. Begitulah sikap Musa kepada Tuhan. Bukan hanya Musa, Paulus dalam Perjanjian Baru bahkan mematikan dirinya dan menyatakan “Bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku” (Gal. 2:20).

Kalau demikian memahaminya, wajarlah pesan Yesus dalam bacaan hari ini, dan semoga ini menjadi kabar gembira bagi kita. (warindra)

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here